Diberi nama Arya
Penangsang karena pada waktu itu ayahnya yang bernama Pangeran Seda Lepen
berperang melawan Sunan Prawata setelah sembahyang Jum’at di tepi bengawan sore
dengan menggendong bayinya. Pangeran Seda Lepen pun tewas ditusuk Kyai Setan
Kober. Sementara di sampingnya, anaknya yangtemangsang (tersangkut)
di pinggir bengawan dipungut oleh Sunan Kudus. Karena anak itu temangsang di
bengawan, maka oleh Sunan Kudus diberi nama Arya Penangsang.
Setelah Raden Patah
berhasil meruntuhkan negara Hindu-Jawa Majapahit, segera ia menyempurnakan
pembentukan negara Islam Demak, yang pembangunannya telah dimulai pada tahun
1475 ( Prof. Dr. Slamet Muljana,2005:193). Sehingga beralihlah kekuasaan
Majapahit ke Demak. Ia memusatkan perhatiannya pada pembangunan negara Islam di
Demak, dengan Demak sebagai pusatnya.
Ketika Raden patah
wafat (tahun 1518), Pati Unus menggantikannya menjadi Sultan, tetapi 3 tahun
kemudian iapun meninggal. Ia terkenal juga dengan nama Pangeran Sabrang Lor.
Penyerahan tahta
kerajaan mengalami kesulitan karena Pati Unus meninggal tanpa meninggalkan
putra. Para putra Raden Patah mulai berebut kekuasaan. Raden Kikin alias
Pangeran Seda Lepen lebih tua daripada Trenggana, tetapi ia lahir dari istri
yang ketiga, sedangkan Trenggana lahir dari istri pertama.
Sultan Trenggono wafat
atas perlawanannya dengan Portugis di Pasuruhan. Ini terjadi pada tahun 1546
(Drs. Edy Purwito, Drs. Kuswanto, Drs. Suparman, 1994: 158). Wafatnya Sultan
Trenggana menimbulkan kekacauan politik yang hebat. Negeri-negeri bagian
(kadipaten) masing-masing melepaskan diri dan tidak mengakui lagi kekuasaan
pemerintahan pusat di Demak. Di Demak sendiri para ahli waris saling berebut
tahta sehingga timbullah perang saudara yang hebat.
Setelah Sultan Trenggana
wafat, kekuasaan tidak diberikan kepada keturunan Raden Patah tetapi kepada
menantunya yang bernama Hadiwijaya. Menurut babad dan Serat Kandha,
sesudah meninggalnya Sultan Trenggana, saudara laki-lakinya, Pangeran Seda
Lepen, dibunuh atas perintah Susuhunan Prawata. Abdi-abdi pangeran tua itu
kemudian membunuh orang yang telah menewaskan majikannya itu (Babad Tanah
Djawi, jil.IV, hlm. 12 danSerat Kandha, Codex Lor 6379, jil. 9). Seda
Lepen (meninggal di sungai) adalah nama pangeran itu, yang diberikan sesudah ia
meninggal.
Arya Penangsang tidak terima atas kematian ayahnya. Dia merasa sakit hati karena hak yang seharusnya milik dia dan ayahnya telah dilangkahi oleh Sultan Trenggana. Kejengkelannya bertambah besar ketika ia mengetahui bahwa Pangeran Prawata, sebelum menjadi susuhunan yang keramat, memerintahkan pesuruhnya, Surayata, membunuh ayah Arya Penangsang, Pangeran Seda Lepen, ”sewaktu pulang dari sembahyang Jum’at”.
Jadi, Prawata tidak
hanya merebut kedudukan, yang menurut hak harus diwariskan kepada Arya
Penangsang, tetapi juga menyuruh orang membunuh ayah Arya Penangsang. Maka,
mudah dimengerti jika sejak itu Arya Penangsang akan menggunakan jalan apa pun,
tidak hanya untuk membalas dendam, tetapi juga merebut kekuasaan. Karena itu,
ia berusaha agar semua keturunan dan kerabat Sultan Trenggana yang bisa
menuntut hak untuk turut memimpin negara dihancurkan, terutama yang berkerabat
paling dekat. Dalam hal ini ialah putra-putri dan para menantu Sultan
Trenggana, yakni Pangeran (Sunan) Prawata, Pangeran Kalinyamat dan akhirnya
Raden Jaka Tingkir, Raja Pajang yang juga kawin dengan salah seorang putri
Trenggana.
Setelah menerima
anjuran Sunan Kudus, Pangeran Arya Penangsang mengirim salah satu seorang
penjagakeputren, Rangkud, untuk membunuh Sunan Prawata. Di Prawata,
Rangkud menemukan Raja dalam keadaan sakit bersandar pada permaisurinya. Sunan
bertanya,”Siapakah kau ini?”. Dan tanpa rasa malu Rangkud memberitahukan maksud
kedatangannya yang dijawab Sunan,”Silakan, tetapi biarlah aku sendiri saja yang
kau bunuh ......” Rangkud menjawab dengan satu tusukan menusuk Raja dan
permaisurinya sekaligus. Dengan kekuatan yang masih tersisa, Sunan yang hampir
tewas itu melemparkan kerisnya, Kiai Betok, pada pembunuh itu. Kulit Rangkud
tergores sedikit (menurutSerat Kandha : kakinya). Tetapi, goresan
sebuah keris sakti cukup membuat penjahat itu tewas. Sunan Prawata dan
permaisurinya pun tewas.
Arya Penangsang
membunuh Sunan Prawata untuk balas dendam karena jika Pangeran Seda Lepen tidak
dibunuh, maka beliaulah yang berhak menggantikan kedudukan Raden Patah sebagai
Raja Demak. Dengan demikian dialah yang kelak berhak mewarisi tahta dinasti
Kerajaan Demak, karena dia keturunan laki-laki dari anak laki-laki Raden
Patah.
Saudara perempuan
Sunan Prawata, Ratu Kalinyamat, tidak tinggal diam atas pembunuhan terhadap
kakaknya. Karena tidak tahu bahwa Sunan Kudus juga terlibat dalam pembunuhan
itu, maka ia pergi bersama suaminya menghadap tokoh keramat ini untuk meminta
pengadilan, tetapi tidak diperolehnya secara memuaskan. Dalam perjalanan pulang
keduanya diserang oleh para abdi Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat terbunuh.
Adapun Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Kalinyamat karena beliau juga
merupakan ancaman bagi dirinya untuk meraih haknya atas tahta Kerajaan Demak.
Petilasan Aryo Penangsang |
Sebagai protes terhadap kelakuan Arya Penangsang, janda Pangeran
Kalinyamat bertapa telanjang di gunung Danaraja. Hanya rambutnya yang terurai
yang menjadi pakaiannya (H.J. De Graaf, 1985:37). Ia tidak akan berhenti
bertapa sebelum Arya Penangsang Jipang berhasil dibunuh. Nyi Ratu Kalinyamat
mengundangkan sayembara: barang siapa dapat membunuh Arya Penangsang Jipang,
akan menerima segala harta benda miliknya, daerah Prawata dan Kalinyamat. Nyi
Ratu Kalinyamat sanggup menyerahkan dirinya kepadanya. Kabar itu didengar oleh
Jaka Tingkir. Karena Nyi Ratu Kalinyamat adalah iparnya, maka Jaka
Tingkir sanggup membalaskan kematian Pangeran Kalinyamat.
Kebetulan waktu itu
Arya Penangsang dan Hadiwijaya dipanggil menghadap Sunan Kudus untuk mewariskan
ilmu yang terakhir. Diceritakan, Arya Penangsang datang terlebih dahulu dulu ke
Kudus, sebelum Hadiwijaya datang ke sana. Sunan Kudus berpesan, jangan
sampai Arya Pennagsang menduduki kursi yang sudah ia taburirajahkalacakra,
sebab siapa saja yang duduk di kursi tersebut, dia akan nemoni apes (menemui
kemalangan).
Hadiwijaya kemudian
datang ke kediaman Sunan Kudus. Arya Penangsang mempersilahkan Hadiwijaya duduk
di kursi yang sudah ditaburi rajahkalacakra. Namun Hadiwijaya
menolak hingga akhirnya Arya Penangsang jengkel dan ia menduduki sendiri kursi
yang sudah ditaburi rajahkalacakra.
Kerabat Keraton Sowan di Petilasan Aryo Penangszang |
Sementara itu Jaka
Tingkir atau Hadiwijaya telah mengumumkan akan menghadiahkan tanah Pati dan
Mataram kepada barangsiapa yang dapat mengalahkan Arya Penangsang, tetapi tidak
seorang pun yang berani. Sementara di rumah Kiai Gede Pemanahan. Atas nasihat
Ki Juru Martani, yang mengemukakan rencananya yang cerdik, Kiai Gede Pemanahan
dan Ki Panjawi maju menawarkan diri. Tanpa bantuan orang lain kecuali
keluarganya sendiri, Kiai Gede Pamanahan berjanji akan melakukan perlawanan.
Setelah itu pasukan mereka berbaris menuju Caket dengan kekuatan 200 orang.
Di sana mereka
menangkap perumput dari istana Panangsang yang sedang mencari rumput untuk kuda
Gagak Rimang. Dengan imbalan 15 rial satu telinga perumput itu diiris,
sedangkan pada telinga lainnya diikatkan surat tantangan yang bernada ejekan.
Dalam keadaan demikianlah perumput yang malang itu kembali ke istana. Perumput
itu sampai istana ketika Arya Penangsang sedang menunggu waktu berbuka puasa
terakhirnya yang beberapa jam lagi selesai.
Namun atas kedatangan surat
tantangan dari Hadiwijaya yang berisikan kalau memang Arya Penangsang berani,
ia ditunggu di Bengawan Sore dan ditantang untuk berperang tanding satu lawan
satu. Patih Metaun berusaha menahan Arya Penangsang untuk tidak pergi dan
menunggu sampai puasanya benar-benar berakhir. Kedatangan perumput yang
teraniaya beserta surat penghinaan itu memang benar-benar membuat marah Arya
Penangsang yang baru saja duduk di meja makan. Karena marahnya, tangannya yang
sedang mengepal nasi memukul piringnya sampai pecah.
Kakaknya, Aria
Mataram, berusaha meredakannya. Tetapi, Arya Penangsang sudah lari menghilang
di atas kuda Gagak Rimang, sambil melecutnya sekeras-kerasnya. Sementara itu,
Ki Mataun yang sakit asma mengikutinya dengan napas terengah-engah dan tidak
dapat menyusulnya.
Dengan gagah dan berani Arya Penangsang yang
sedang menunggang kuda telah berada di pinggir Bengawan Sore. Arya Penangsang
menyerukan kata-kata ejekan dan tantangan. Rupanya ia tidak sadar, emosi tela
manutup ingatan atas pesan Sunan Kudus bahwa siapa saja yang mrnyrberangi
sungai itu akan kalah dalam perangnya. Semula Arya Penangsang mengira bahwa
yang akan ditandinginya adalah Hadiwijaya. Namun ternyata yang ia jumpai disana
adalah putra dari Kyai Gede Pamanahan yang bernama Sutawijaya. Sutawijaya melindungi
dirinya dengan bersenjatakan tombak Kyai Plered yang merupakan salah satu
pusaka dari kerajaan Demak.
Petilasan Aryo Penangsang |
Sementara itu dengan taktik liciknya, Ki Juru
Martani melepaskan seekor kuda betina yang sudah dibersihkan bulu-bulu
disekitar kemaluannya. Hal ini ia lakukan untuk memancing kuda Gagak Rimang
Arya Penangsang yang sedang dalam masa birahi. Setelah kuda betina tersebut
dilepas, kuda jantan Arya Penangsang menjadi liar. Arya Penangsang pun terjatuh
dari kudanya. Sutawijaya yang telah siap segera menombak perut Arya Penangsang
dengan tombak Kyai Plered. Tombak yang sakti itu seketika merobek perut Arya
Penangsang sampai ususnya tertarik dan keluar dari perut.
Dalam keadaan yang
sudah parah itu. Arya Penangsang masih dapat mempertahankan hidupnya. Dengan sigap
Arya Penangsang segera meraih ususnya yang keluar kemudian melilitkannya pada
keris Kyai Setan Kober. Pertempuran hebat antara Arya Penangsang dan Sutawijaya
pun dilanjutkan.
Dengan kekuatan yang masih tersisa Arya Penangsang berusaha
untuk memenangkan pertempuran itu. Namun keemosian yang tinggi menyebabkan Arya
Penangsang kalah dengan sendirinya. Karena terlanjur emosi dan berhasrat tinggi
untuk segera membunuh Sutawijaya, Arya Penangsang mengunus keris yang telah ia
gunakan untuk melilitkan ususnya. Sehingga, usus yang dililitkan ke keris itu
pun hancur dan Arya Penangsang meninggal pada waktu itu juga.
Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria
Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika
Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 –
08122908585
Tidak ada komentar:
Posting Komentar