Jumat, 18 November 2016

Petilasan Sri Aji Jayabaya, Sarat Histori dan Nuansa Mistik


Petilasan Pamoksan Sri Aji jayabaya
Jejak Raja Peramal di Menang Pagu ini menceritakan banyak hal. Tiga fase perjalanan Sang Prabu menuju moksa.
Petilasan Sri Ajijayabaya merupakan destinasi yang sarat makna histori. Di situs budaya ini, anda akan diajak untuk mengenang kebesaran Sang Prabu yang dikenal dengan ramalannya “Jongko Joyoboyo” ini. Destinasi utama di situs ini adalah tiga loka yang menjadi fase moksa (menghilangnya) Sri Aji Jayabaya.

Petilasan ini terletak 6 Km sebelah utara Simpang Lima Gumul, Kabupaten Kediri. Tepatnya, di Desa Menang, Kecamatan Pagu. Di Simpang Lima Gumul, ikuti jalur ke utara. Banyak rambu yang menunjukkan arah menuju ke Petilasan Sri Aji Jayabaya.
Di gerbang masuk Pamuksan Sri Aji Joyoboyo ada tulisan berbunyi “Mustika Pamenang, Petilasan Sang Prabu Sri Adji Djojobojo”.
Setelah memasuki pintu gerbang masuk Pamuksan Sri Aji Jayabaya, terdapat sebuah pendopo. Ada sebuah tengara yang menceritakan tentang pemugaran situs Pamuksan Sri Aji Joyoboyo ini oleh Keluarga Besar Hondodento dari Yogyakarta.
Mahkota Sri Aji Jayabaya
Mulanya, situs Petilasan Sri Aji Jayabaya ini hanya berbentuk sebuah gundukan tanah. Sampai suatu saat, di tahun 1860, seorang penduduk Desa Menang bernama Warsodikromo bermimpi bahwa di area gundukan tanah itu pernah hidup seorang raja Kediri yang bernama Jayabaya. Warga meyakini, jika inilah tempat moksa (menghilangnya) Sang Prabu. Maka, mulai diberi bangunan sebagai penanda. Karena itu, petilasan ini juga disebut pamoksan Sri Aji Jayabaya.
Pemugaran situs Petilasan Sri Aji Jayabaya yang memiliki luas 1.650 meter persegi ini dilakukan oleh Keluarga Besar Hondodento pada 22 Februari 1975 dan diresmikan pada 17 April 1976.
Bangunan di tengah situs inilah yang dipercaya sebagai tempat moksa Sang Prabu. Tiga loka mewakili fase moksa Jayabaya. Loka Makuta berarti tempat pelepasan mahkota raja, Loka Busana adalah tempat singgah busana Sang Prabu, dan Loka Moksa merupakan tempat muksa atau hilangnya Jayabaya bersama jasadnya.
Loka Busana terletak di samping Loka Moksa dengan ornamen indah. Loka Makuta justru terletak terpisah di belakang Pamuksan Sri Aji Joyoboyo  dengan bentuk mahkota raja di bagian tengahnya.
Petilasan Sri Aji Jayabaya
Loka Moksa di tengah situs menjadi bangunan utama di Petilasan Jayabaya. Tiga buah pintu di Loka Moksa melambangkan tiga tahap kehidupan manusia yang dimulai dari lahir, dewasa lalu mati. Terdapat lingga dan yoni yang menyatu dengan sebuah batu bulat berlubang.
Bahkan, konon jiwa Sang Raja masih berada di tempat itu. Tak heran, jika di pamoksan ini banyak orang dari berbagai kota ditemui melakukan tirakat untuk mengalap berkah. Memiliki memiliki keyakinan pamoksan ini memiliki tuah. Bahkan, pada satu syuro juga dilakukan ritual Kirab Agung Jayabaya.
Sri Aji Jayabaya adalah Raja Kediri yang memerintah antara 1135-1157. Ia berhasil menyatukan kembali Jenggala yang dipisahkan oleh Airlangga, Raja Kahuripan, pada 1042 saat Airlangga turun tahta dan menjadi pendeta dengan gelar Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana (Prasasti Gandhakuti, 1042).
Sri Aji Jayabaya terkenal dengan kitab “Jongko Joyoboyo” yang berisi ramalan-ramalan kejadian di Pulau Jawa sejak jaman Aji Saka sampai sampai datangnya hari kiamat. Naskah yang didalamnya berisi “Ramalan Joyoboyo” diantaranya adalah Serat Jayabaya Musarar dan Serat Pranitiwakya. Jayabaya turun takhta pada usia tua dan dipercayai moksa dimana Pamuksan Sri Aji Joyoboyo kini berada.  
                                           
                                  Jeng Asih, Ratu Pembuka  Aura dari Gunung Muria




 Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 – 08122908585    



Tidak ada komentar:

Posting Komentar